Biang Kegundahan Messi, Hilangnya La Masia sebagai Roh Barcelona
8-2 atau 2-8. Angka yang sekarang jadi nomor apes, buat beberapa fans Barcelona di penjuru dunia. Bagaimana tidak, team kecintaan mereka didepak dari Liga Champions 2020 secara sangat "kasar". Bayern Munchen tidak enggan - enggan menghajar kesebelasan asal Catalan itu dengan score 8-2. Kekalahan yang sekaligus juga membuat "El Barca" tidak mendapatkan satu juga piala pada musim ini.
Menciptakan Rasa Nyaman Bermain Slot Online |
Kekalahan itu rupanya berpengaruh panjang. Saat lakukan pemecatan pada pelatih Quique Setien, Barca dirundung satu ketegangan besar. Legenda hidupnya, Lionel Messi (33) mengatakan ingin selekasnya pergi dari Barcelona. Kedatangan Ronald Koeman rupanya tidak melakukan perbaikan situasi team yang telah compang - camping. Messi telah berasa tidak kerasan dengan situasi internal club yang telah berdiri semasa 120 tahun itu.
Tetapi kelihatannya, kekalahan mutlak atas Bayern Munchen hanya pucuk dari kekecewaan Messi pada manajemen Barca. Banyak pertaruhan tersebar jika, Messi sebetulnya telah lama tidak akur dengan Presiden Club Barcelona sekarang ini yakni Josep Maria Bartomeu. Kekalahan mutlak dari Bayern sukses membuat narasi perselisihan antara kedua-duanya, jadi klimaks pada saatnya.
Beberapa analis sepak bola terpenting juga mulai bicara. Mereka menebak - nerka jika, Messi memandang Bartomeu sudah berbuat tidak etis jati diri team asal Catalan itu. Semasa memegang untuk presiden club, Bartomeu dipandang seperti mengasingkan La Masia dalam gagasan besar yang diaturnya.
Ya, La Masia yang dalam Bahasa Indonesia bermakna 'Rumah Pertanian', adalah akademi sepak bola paling baik di Eropa yang dipunyai oleh Barcelona. Semenjak digunakan untuk akademi, La Masia sudah memberi bintang - bintang teratas 'La Blaugrana'. Sebutlah saja dari mulai Pep Guardiola, Carles Puyol, sampai Messi tersebut. La Masia populer untuk "kawah candradimuka" yang membuahkan jawara lapangan kelas top.
Pada masa kepemimpinan Bartomeu, peranan La Masia menjadi terpinggirkan. Melihat saja dari prestasi team Barcelona B, yang bertanding di seksi dua Liga Spanyol. Barcelona B, sejauh ini jadi tempat transit buat pemain - pemain yang sedang diorbitkan hasil dari penggodokan di La Masia. Saat di bawah Bartomeu, Barcelona B harus terdegradasi serta sampai sekarang belum memberikan sinyal untuk naik lagi ke seksi ke-2. Sekarang mereka menempati di seksi ke-3 Liga Beberapa Matador itu.
Tidak itu saja, kebijaksanaan transfer yang dilaksanakan oleh Barcelona ikut juga peran mematikan La Masia. Semenjak tahun 2015, Barcelona sudah habiskan 1 milliar poundsterling dalam beli pemain - pemain! Bertambah kronis lagi, pembelian itu banyak sebagai berlebihan. Seperti salah misalnya ialah pemboyongan Philippe Coutinho.
Kebijaksanaan ugal - ugalan itu, tentu saja akan membunuh dengan cara perlahan-lahan skema kaderisasi yang sejauh ini dikontrol La Masia. Pemain - pemain muda mereka tidak memperoleh peluang untuk unjuk gigi di team penting. Serta, sebagian dari mereka dipasarkan demikian saja oleh Bartomeu. Diantaranya ialah Xavi Simmons, yang dibuang demikian saja ke Paris Saint German (PSG).
Akhirnya, perihal ini pula selanjutnya jadi salah satunya tanda ketidakberhasilan Barcelona. Di tanah Eropa, mereka 3x didepak dengan kekalahan yang mutlak sampai 2019. Hal tersebut tentu saja telah jadi peringatan, bagaimana pemain - pemain mereka mulai kewalahan hadapi perkembangan jaman. Tragedi kekalahan 8-2 jadi pucuk dari ketidakberhasilan skema kaderisasi Barcelona.
Untuk alumni La Masia, Messi tentunya sudah maklum betul dengan kerjanya. Bersamaan menuanya umur, Messi memerlukan rekanan - rekanan baru dengan umur yang bertambah fresh. Semula, Messi mengharap diberi produk - produk La Masia yang cetakannya pasti seperti dengan dianya. Skema pembinaan di La Masia, membuat mereka dapat cetak pemain yang mempunyai satu nafas bermain di bawah panji Blaugrana. Hingga, Messi tidak perlu menyesuaikan lagi berkali - kali dalam menjadikan satu pemikiran serta langkah bermain di atas lapangan.
Tetapi rupanya, yang berlangsung malah sebaliknya. Messi malah diminta kerja sama juga dengan mereka - mereka yang tidak memahami filosofi Barca untuk team sepak bola. Ia harus pimpin rekanan - rekanan yang tidak memahami akar bermain untuk pemain Barcelona. Mereka - mereka yang tidak memahami nilai 'mes que en club' dengan cara menghayat. Hasilnya, Barcelona kehilangan roh permainan di atas lapangan hijau.